AC Milan Musim Ini: Dua Pelatih, Satu Masalah yang Sama

Sérgio Conceicao, Paulo Fonseca,
Sérgio Conceicao, Paulo Fonseca,

Musim ini, AC Milan telah melalui dua era berbeda di bawah kepemimpinan Paulo Fonseca dan Sergio Conceição, tetapi hasilnya tetap mengecewakan. Meskipun pendekatan kedua pelatih sangat kontras, mereka sama-sama gagal menemukan formula yang mampu mengangkat performa tim ke level yang diharapkan.

La Gazzetta dello Sport menggambarkan Milan asuhan Conceição seperti macan tutul: mereka mengubah segalanya, tetapi pada akhirnya tidak ada yang benar-benar berubah.

Fonseca vs. Conceição: Pendekatan yang Berbeda

Perbedaan utama antara kedua pelatih terlihat pada filosofi permainan mereka:

  • Paulo Fonseca:
    • Fokus pada penguasaan bola dan membangun serangan dari lini belakang.
    • Rata-rata, Milan menguasai bola selama 14 detik dengan 4,6 operan sebelum kehilangan penguasaan.
    • Tim bermain lebih sabar, mengandalkan build-up play untuk menciptakan peluang.
  • Sergio Conceição:
    • Lebih pragmatis, menyerahkan penguasaan bola kepada lawan dan mengandalkan transisi cepat.
    • Rata-rata, Milan menguasai bola selama 11 detik dengan 3,8 operan sebelum kehilangan penguasaan.
    • Fokus pada keseimbangan defensif dan memanfaatkan serangan balik.

Namun, meskipun pendekatan berbeda, data menunjukkan bahwa hasil akhirnya hampir identik.

Sérgio Conceicao, Paulo Fonseca,
Sérgio Conceicao, Paulo Fonseca,

Data Serangan: Tidak Ada Perbedaan Signifikan

Statistik menunjukkan bahwa terlepas dari perbedaan gaya bermain, efektivitas serangan Milan tetap hampir sama di bawah kedua pelatih:

  • Expected Goals (xG):
    • Conceição: 1,67 xG per pertandingan.
    • Fonseca: 1,64 xG per pertandingan.
  • Serangan Balik:
    • Conceição: 0,25 xG per pertandingan.
    • Fonseca: 0,24 xG per pertandingan.
  • Bola Mati:
    • Conceição: 0,43 xG per pertandingan.
    • Fonseca: 0,42 xG per pertandingan.
  • Permainan Terbuka:
    • Conceição: 1,24 xG per pertandingan.
    • Fonseca: 1,22 xG per pertandingan.

Meskipun Conceição berhasil mencatatkan tiga dari empat pertandingan dengan xG tertinggi musim ini, hal tersebut tidak cukup untuk membawa Milan keluar dari keterbatasan mereka. Dengan skuad bertabur bintang seperti Tijjani Reijnders, Rafael Leão, Christian Pulisic, dan Santiago Gimenez, Milan seharusnya mampu tampil lebih tajam di lini depan.

Masalah Konsistensi Pemain

Salah satu masalah utama Milan musim ini adalah inkonsistensi pemain kunci:

  • Tijjani Reijnders dan Christian Pulisic tampil cukup konsisten, tetapi pemain lain seperti Rafael Leão dan Theo Hernandez sering kali tidak mampu mempertahankan performa terbaik mereka.
  • Joao Felix, yang didatangkan pada Januari, gagal beradaptasi dengan sistem Conceição, sementara Youssouf Fofana sering terpinggirkan.
  • Theo Hernandez, yang biasanya menjadi motor serangan dari sisi kiri, terlihat lebih pasif dan cenderung bertahan lebih dalam di bawah Conceição.
Photo: acmilan.com

Filosofi yang Bertolak Belakang

Kedua pelatih memiliki filosofi yang sangat berbeda, tetapi tidak ada yang berhasil memberikan stabilitas atau identitas yang jelas bagi tim.

  1. Milan Asuhan Fonseca:
    • Lebih mengutamakan estetika permainan.
    • Mengandalkan penguasaan bola dan build-up play, tetapi sering kali kehilangan momentum di sepertiga akhir lapangan.
  2. Milan Asuhan Conceição:
    • Lebih pragmatis dan fokus pada keseimbangan defensif.
    • Tim lebih berkarakter, seperti yang terlihat dari enam kali comeback musim ini, tetapi tidak memiliki konsistensi dalam menciptakan peluang berkualitas.

Kesimpulan: Milan Masih Tim “Setengah-Setengah”

AC Milan musim ini tetap menjadi tim yang tidak konsisten, terlepas dari pergantian pelatih. Mereka memiliki potensi besar di atas kertas, tetapi belum mampu memaksimalkan kualitas pemain yang dimiliki.

Dengan pergantian kalender menuju tahun 2025, Milan perlu menemukan identitas yang jelas, baik melalui perubahan taktik, pendekatan baru, atau bahkan pergantian pelatih lagi. Jika tidak, mereka berisiko tetap menjadi tim yang “menciptakan dan menghancurkan segalanya,” tanpa arah yang pasti.

Konsistensi adalah kunci, dan Milan harus segera menemukannya untuk kembali menjadi salah satu tim terbaik di Serie A.

Pos terkait