Ricardo Rodriguez Buka-bukaan: Merasa Tak Dihargai di Milan, Perpisahan Pahit dengan Torino

Photo: www.acmilan.com

Mantan bek kiri AC Milan, Ricardo Rodriguez, baru-baru ini merefleksikan kembali waktunya di Italia, termasuk momen di mana ia merasa perannya di klub tidak lagi dihargai sehingga mendorongnya untuk meminta pindah. Pemain internasional Swiss tersebut didatangkan oleh I Rossoneri pada musim panas 2017 dari Wolfsburg dengan biaya transfer yang dilaporkan mencapai €15 juta.

Ia merupakan bagian dari belanja besar-besaran di bursa transfer musim panas saat itu, di mana lebih dari €200 juta dihabiskan oleh pemilik klub asal Tiongkok, Yonghong Li, dalam upaya untuk merombak total skuad yang telah mengalami mediokritas selama bertahun-tahun. Setelah beberapa tahun menjadi pemain inti, posisi Rodriguez kemudian digantikan oleh Theo Hernandez yang didatangkan dari Real Madrid pada musim panas 2019, yang pada akhirnya membuat sang pemain Swiss tersebut pindah ke Torino pada tahun 2020. Kini, ia bermain untuk klub Spanyol Real Betis, yang baru saja mengalami kekalahan di partai final Liga Konferensi Eropa melawan Chelsea.

Era Yonghong Li dan Reuni dengan Mantan Petinggi Inter

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Calciomercato.com, Ricardo Rodriguez mengenang kembali bagaimana kepindahannya ke AC Milan bisa terwujud. “Mirabelli [Massimiliano, direktur olahraga saat itu] benar-benar menginginkan saya,” ujarnya. “Saya telah meminta klub [Wolfsburg] untuk pergi karena setelah lima setengah tahun di Wolfsburg, saya ingin memiliki pengalaman baru.”

Bacaan Lainnya

Menariknya, ia juga mengonfirmasi bahwa Milan berhasil “merebutnya” dari rival sekota, Inter. “Beberapa bulan sebelumnya saya telah berbicara dengan Ausilio [Piero, direktur Inter], tetapi Mirabelli benar-benar menyukai saya dan sebelum pergi ke Milan ia memang pernah bekerja di Nerazzurri,” kenangnya.

Hak Cipta: 2018 Getty Images

Mengenai era kepemilikan Yonghong Li yang penuh gejolak, ia mengaku para pemain tidak terlalu merasakan beban tersebut.

“Kami tidak merasakan beban ini, kami adalah kelompok yang bagus dengan banyak pemain baru. Sejak hari pertama mereka mengatakan kepada saya bahwa di Milan Anda bermain untuk Scudetto, tetapi ketika ada 8/9 pemain baru itu tidak mudah, butuh waktu. Dan kami tidak memilikinya.”

Momen Kehilangan Tempat dan Keputusan untuk Pergi

Masa-masa indah Rodriguez sebagai pemain inti di sisi kiri pertahanan Il Diavolo Rosso mulai berubah setelah kedatangan Theo Hernandez pada musim panas 2019. Meskipun pelatih saat itu, Marco Giampaolo, sempat memainkannya di tiga laga awal, ia kemudian lebih memilih Theo sebagai starter utama.

“Tahun itu Giampaolo menjadi starter, [namun] dipecat setelah tujuh pertandingan; saya memainkan tiga pertandingan pertama, kemudian ia lebih memilih Theo,” jelasnya. “Kemudian [Stefano] Pioli datang… Ia selalu bersikap baik kepada saya, tetapi sejak saat itu Hernandez menjadi starter utama. Saya mengerti bahwa saya tidak akan mendapatkan ruang dan bahwa mereka hanya melihat saya sebagai wakil Theo, jadi saya yang meminta untuk pergi.”

Ketika ditanya mengenai pengalamannya dilatih oleh Vincenzo Montella dan Gennaro Gattuso, ia memiliki kenangan berbeda. “Montella adalah pelatih yang bagus, tetapi itu adalah periode di mana kami tidak menang dan kami tidak banyak bersama. Gattuso bagus tetapi keras, terkadang ia akan mencaci-maki kami dan saya juga pernah dicaci-maki,” ungkapnya. Ia juga menyebut Hakan Calhanoglu, Fabio Borini, dan Franck Kessie sebagai rekan satu tim yang paling dekat dengannya.

Perpisahan Pahit dengan Torino

Setelah meninggalkan Milan, Rodriguez kemudian menjadi pemain penting dan bahkan kapten di Torino. Ironisnya, satu-satunya gol yang ia cetak untuk tim berjuluk Granata tersebut adalah ke gawang mantan klubnya, AC Milan.

Fotocredit: Getty Images

“Dan saya bahkan merayakannya,” akunya. “Itu adalah pertandingan kandang terakhir, saya tahu bahwa [pelatih Ivan] Juric akan pergi dan akibatnya saya juga akan pergi. Juga karena pihak klub tidak melakukan apa pun untuk bisa mempertahankan saya di Turin, sehingga kontrak saya pada akhirnya berakhir begitu saja. Mereka bahkan tidak mengucapkan selamat tinggal kepada saya, meskipun saya telah menjadi kapten tim selama dua tahun dan telah memberikan segalanya untuk klub ini. Hal seperti itu tidak pernah terjadi pada saya sepanjang karier saya,” tutupnya dengan nada kecewa.

Perspektif Penulis:

Wawancara dengan Ricardo Rodriguez ini memberikan gambaran jujur mengenai periode transisi yang penuh gejolak di AC Milan pada akhir dekade 2010-an. Kisahnya adalah cerminan dari proyek “instan” di era kepemilikan Tiongkok yang gagal karena tidak adanya waktu dan stabilitas, meskipun telah mendatangkan banyak pemain. Keputusannya untuk meminta pindah setelah kedatangan Theo Hernandez adalah langkah profesional yang bisa dipahami; ia sadar tidak akan menjadi pilihan utama lagi dan memilih untuk mencari menit bermain reguler di tempat lain.

Namun, yang lebih menarik adalah pengalamannya di Torino, di mana ia merasa tidak dihargai meskipun telah menjadi kapten tim selama dua tahun. Ini menunjukkan betapa berbedanya perlakuan dan budaya di setiap klub. Bagi para penggemar Milan, wawancara ini adalah sebuah nostalgia, mengingatkan kembali pada nama-nama seperti Montella, Gattuso, Calhanoglu, dan Kessie, serta menjadi saksi bagaimana kedatangan Theo Hernandez secara fundamental telah mengubah wajah sisi kiri pertahanan I Rossoneri hingga saat ini.


Terus setia bersama kami di Beritamilan.com untuk mendapatkan update berita AC Milan yang diulas secara lebih mendalam setiap harinya.

Pos terkait