Berita AC Milan – Massimo Ambrosini bukan seorang pemain yang dielu-elukan seperti Kaka, Paolo Maldini dan Alessandro Nesta saat aktif bermain. Akan tetapi, pemain yang bermain di posisi gelandang tersebut tetap memiliki kontribusi besar terhadap kesuksesan AC Milan pada periode 1995-2013.
Ada hubungan yang spesial antara Massimo Ambrosini dengan mantan pelatih Carlo Ancelotti. Sebab pemain kelahiran Pesaro, Italia ini memainkan lebih dari 200 pertandingan ketika AC Milan berada di tangan Carlo Ancelotti beberapa tahun lalu.
Ia sempat menjadi kapten Rossoneri sejak musim 2009/10, meneruskan kepemimpinan Paolo Maldini. Sampai tahun 2013 ia memegang tanggung jawab sebagai kapten tim, lalu setelah itu Massimo Ambrosini pergi dari AC Milan karena habis kontrak.
Menarik untuk melihat perjalanan Massimo Ambrosini yang telah berseragam Rossoneri sekitar 18 tahun. Oleh sebab itu, beritamilan.com akan membahas banyak hal tentang Massimo Ambrosini.
Massimo Ambrosini Jebolan Akademi Cesena
Massimo Ambrosini bergabung ke akademi Cesena sejak tahun 1992, tetapi langsung dipilih bergabung ke tim utama di tahun 1994 saat masih berumur 17 tahun. Di tim utama Cesena, ia bermain sebanyak 25 pertandingan di Serie B dan sempat mencetak satu gol.
Setelah musim 1994/95 selesai banyak tim yang menginginkan Massimo Ambrosini, karena dinilai punya masa depan cerah pada saat itu. Salah satu klub beruntung yang berhasil mendapatkannya adalah AC Milan yang saat itu ditangani oleh Fabio Capello.
Massimo Ambrosini dan AC Milan
Fabio Capello saat itu hanya menjadikannya sebagai penghangat bangku cadangan, Rossoneri saat itu masih memiliki banyak gelandang hebat dan berpengalaman. Di dua musim pertamanya, Massimo Ambrosini harus mendapatkan jam bermain yang sedikit karena harus bersaing dengan Zvonimir Boban, Marcel Desailly, Dejan Savicevic, Roberto Donadoni dan lainnya.
Karena jarang bermain, manajemen klub akhirnya meminjamkan Massimo Ambrosini ke Venezia pada musim 1997/98. Ia menjadi bagian inti Venezia di musim tersebut. Tercatat ada 36 penampilan yang dijalani olehnya sepanjang musim 1997/98 bersama Venezia.
Selain mendapatkan banyak kesempatan bermain, Massimo Ambrosini juga membantu klub tersebut lolos dari degradasi Serie A. Selain itu, ia mampu membawa Venezia melaju jauh ke semifinal Piala Winners.
Dinilai sudah memiliki pengalaman yang cukup, Fabio Capello mulai memberikan Massimo Ambrosini kesempatan bermain lebih banyak dibandingkan sebelum dilepas ke Venezia. Di musim 1998/99, ia bermain sebanyak 29 pertandingan di semua kompetisi.
Sayangnya, di musim tersebut Rossoneri harus berakhir di urutan ke-10 Serie A. Meskipun begitu, mereka mampu mencapai final Coppa Italia 1998/99. Tetapi sayangnya Fabio Capello harus dipecat oleh manajemen klub atas hasil memalukan tersebut.
Musim 1999/00 menjadi awal cerah bagi Massimo Ambrosini di AC Milan, karena saat itu Rossoneri sukses memenangkan Scudetto di bawah kepemimpinan pelatih Alberto Zaccheroni. Saat itu ia bermain sebanyak 29 kali dengan torehan dua gol dan dua assist.
Kesuksesan tersebut hanya bisa dirasakan sesaat oleh Massimo Ambrosini karena setelah itu ia harus mengalami cedera lutut yang berkelanjutan. Selama musim 2000/01 dan 2001/02, ia sering absen akibat mengalami cedera tersebut.
Ia baru benar-benar sembuh dan kembali menjadi bagian utama pada musim 2002/03 ketika AC Milan ditukangi Carlo Ancelotti. Sekembalinya dari cedera yang berkelanjutan, Massimo Ambrosini memenangkan dua gelar sekaligus di musim tersebut yaitu Copa Italia dan Liga Champions.
Jadi Pemain Favorit Carlo Ancelotti
Ketika AC Milan ditangani Carlo Ancelotti pada periode 2001-2009, Massimo Ambrosini sering menjadi pemain yang menghiasi starting line-up, khususnya di lini tengah. Sebanyak 247 dari 488 pertandingan dalam kariernya dimainkan ketika Rossoneri ditangani Carlo Ancelotti.
Ia menjadi gelandang favorit bagi Carlo Ancelotti karena memiliki banyak aspek yang diperlukan oleh pelatih tersebut dalam strateginya. Massimo Ambrosini lebih sering berperan sebagai perebut bola dari lawan, setelah itu ia mengumpan bola tersebut ke Andrea Pirlo atau langsung ke depan.
Berkat kejelian Carlo Ancelotti dalam memanfaatkan peran serta kemampuan Massimo Ambrosini, Rossoneri sukses memenangkan delapan gelar di bawah kepemimpinannya.
Tahun 2009 menjadi momen baik sekaligus momen buruk bagi Massimo Ambrosini. Momen baiknya, saat itu ia dipilih sebagai penerus Paolo Maldini untuk menanggung tanggung jawab sebagai kapten tim.
Momen buruknya, ia harus kehilangan Carlo Ancelotti yang saat itu ditunjuk menjadi pelatih Chelsea menggantikan Guus Hiddink. Tentu berat baginya untuk merelakan Carlo Ancelotti ke klub lain. Karena Carlo Ancelotti memiliki kedekatan tersendiri secara pribadi dengannya.
Setelah itu Massimo Ambrosini tetap menjadi bagian utama AC Milan, walaupun performa klub saat itu bisa dibilang tidak konsisten dalam perburuan gelar. Karena ia hanya mampu mempersembahkan gelar Scudetto dan Piala Super Italia untuk Rossoneri sebelum habis kontrak bersama klub di akhir musim 2012/13.
Karena kontraknya tidak diperpanjang manajemen klub, ia kemudian pergi ke Fiorentina dan bermain selama satu musim. Bermain sebanyak 30 kali di semua ajang pada musim 2013/14, setelah itu Massimo Ambrosini memutuskan untuk tidak bermain di klub manapun lagi.
Si Pekerja Keras Yang Bertugas Merebut Bola
Massimo Ambrosini bisa dibilang merupakan salah satu pemain pekerja keras, meskipun awalnya ia tidak banyak mendapat kesempatan bermain. Akan tetapi, kerja keras tersebut membuahkan hasil terutama ketika Carlo Ancelotti menjadi pelatih AC Milan.
Ia ditugaskan Carlo Ancelotti untuk merebut sekaligus memenangkan penguasaan bola dari lawan. Karena ia memiliki stamina dan fisik yang kuat. Selain itu, keuletannya dalam merebut bola dari lawan sangat menguntungkan lini tengah AC Milan pada saat itu.
Gelandang tersebut sering melayani Andrea Pirlo selaku otak dalam membangun serangan bagi Rossoneri untuk mencetak gol ke gawang lawan. Tetapi tidak jarang pula Massimo Ambrosini langsung memberi umpan ke pemain depan agar bisa mencetak gol, karena ia juga memiliki visi yang cukup baik.
Selain itu, ia juga memiliki keunggulan ketika berduel bola-bola atas dari pemain lawan. Dengan keunggulan ini, beberapa kali Massimo Ambrosini mencetak gol lewat kepala demi membantu Rossoneri meraih poin maksimal lewat gol miliknya.
Sayangnya cedera berkelanjutan yang sempat dialaminya membuat kemampuan Massimo Ambrosini tidak bisa dimaksimalkan. Oleh sebab itu, ia hanya mencatatkan kurang dari 500 pertandingan bersama Rossoneri meskipun dirinya sudah 18 tahun lebih mengabdi kepada klub.
Pemain saat ini yang paling mendekati Massimo Ambrosini adalah Franck Kessie. Sama-sama berperan sebagai gelandang bertahan, kedua pemain tersebut juga selalu bekerja keras untuk merebut bola dari tim lawan.
Akan tetapi Franck Kessie sudah dipastikan pergi ke Barcelona pada musim 2022/23 karena ia menolak tawaran kontrak baru dari manajemen klub. AC Milan tentu wajib mendatangkan pemain seperti Franck Kessie dan Massimo Ambrosini agar mereka bisa unggul penguasaan bola sekaligus lebih leluasa dalam membangun serangan.
Cukup sudah pembahasan tentang Massimo Ambrosini selama memperkuat AC Milan selama kurang lebih 18 musim. Walaupun ia tidak begitu dielu-elukan seperti pemain legenda klub lainnya, sebagai penggemar kita tetap harus menghargai kerja keras serta perjuangannya bersama Rossoneri di masa lalu.