Keputusan Sergio Conceicao untuk menerapkan formasi tiga bek saat AC Milan menghancurkan Udinese 4-0 pekan lalu bukan sekadar eksperimen sesaat. Kemenangan telak tersebut memberi sinyal kuat bahwa sistem pertahanan ini layak dipertahankan dan mungkin menjadi kunci taktik Rossoneri ke depan.
Seperti dilaporkan oleh MilanNews, penggunaan modul tiga bek ini memiliki jejak sejarah menarik di Milan, bahkan pertama kali muncul dalam konteks laga melawan Udinese, namun 28 tahun silam.
Kala itu, sistem ini lahir sebagai antitesis dari formasi 4-4-2 ala Arrigo Sacchi yang begitu dominan diadopsi oleh banyak tim. Menariknya, taktik ini juga pernah membawa Milan meraih Scudetto pada musim 1998-99 di bawah komando pelopornya, Alberto Zaccheroni.
Jejak Sejarah: Inspirasi dari Era Zaccheroni

Semuanya berawal dari sebuah pertandingan liga antara Juventus dan Udinese di Stadion Delle Alpi, Turin. Juventus, yang kala itu sedang dalam jalur juara, menghadapi klub asal Friuli yang berkutat di papan bawah. Udinese memulai laga dengan formasi standar 4-4-2. Namun, baru tiga menit berjalan, bek mereka, Regis Genaux, diusir wasit.
Di momen krusial itulah intuisi Zaccheroni bersinar. Alih-alih mengorbankan gelandang atau salah satu dari dua penyerangnya, Zaccheroni secara berani menarik satu bek dan bermain hanya dengan tiga pemain bertahan. Hasilnya di luar dugaan: Udinese yang bermain dengan 10 orang justru menang meyakinkan 3-0.
Ketika Zaccheroni mendarat di Milan pada tahun 1998, ia mewarisi tim yang finis di peringkat 11 dan 10 dalam dua musim sebelumnya. Ia membawa serta gerbongnya dari Udinese, yakni Thomas Helveg dan Oliver Bierhoff. Zaccheroni juga menginginkan Marcio Amoroso – pencetak gol dalam kemenangan historis atas Juve – namun ditolak Udinese.
Di San Siro, Zaccheroni menerapkan prinsip serupa yang sukses di Udine. Awalnya ia menggunakan formasi 3-4-3, menempatkan George Weah dan Maurizio Ganz (kemudian digantikan Leonardo) untuk mengapit Bierhoff di lini depan.
Titik balik sesungguhnya datang ketika ia beralih ke skema 3-4-1-2, dengan Zvonimir Boban bermain sebagai trequartista di belakang duet penyerang, yang mengantarkan Milan meraih Scudetto secara mengejutkan.
Formasi Tiga Bek: Taktik Klasik yang Tetap Relevan

Penggunaan formasi tiga bek sebenarnya bukanlah hal aneh di Italia pada akhir era 90-an. Alberto Malesani sukses membawa Chievo Verona promosi dari Serie B dengan taktik ini dan kemudian menerapkannya di Fiorentina. Di kancah Eropa, Louis van Gaal mempopulerkannya bersama Ajax Amsterdam.
Gian Piero Gasperini kemudian “jatuh cinta” pada sistem ini, menerapkannya sejak di tim muda Juventus hingga meraih kesuksesan besar bersama Atalanta di era modern. Pengaruhnya menular ke murid-muridnya, seperti Ivan Juric.
Sejarah juga mencatat kesuksesan lain: Ottmar Hitzfeld memenangkan Liga Champions 2001 bersama Bayern Munich menggunakan variasi tiga bek, Thomas Tuchel mengulanginya bersama Chelsea 20 tahun kemudian, dan sebelumnya, Antonio Conte membawa The Blues menjuarai Liga Premier Inggris dengan pakem serupa.
Kini, pertanyaan besarnya adalah: bisakah Sergio Conceicao menapaki jejak sukses para pendahulunya? Akankah pertaruhan pada formasi tiga bek ini menjadi titik balik yang tidak hanya memperbaiki performa Milan, tetapi juga menyelamatkan posisinya di kursi kepelatihan Rossoneri? Waktu yang akan menjawabnya.
Ingin dukung kami? Kami menulis dengan semangat cinta untuk AC Milan. Setiap dukunganmu, sekecil apa pun, sangat berarti bagi kami. Kamu bisa berdonasi melalui Saweria: 🔗 https://saweria.co/beritamilan.