Berita AC Milan – Cedera pada pemain reguler Serie A telah membuka pintu bagi generasi muda untuk menancapkan namanya di level tertinggi sepak bola Italia.
Kekalahan mendadak Italia dari Makedonia Utara dalam play-off Piala Dunia pada Maret 2022 memicu perbincangan seputar stagnasi tim nasional setelah kejutan kejayaan Euro 2020.
Kritik muncul terhadap Roberto Mancini yang dinilai terlalu bergantung pada para pemain senior ketimbang memberi ruang pada pemain muda. Namun, hal ini sebagian besar dikaitkan dengan kurangnya bakat yang berkembang di Serie A, masalah yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Ketergantungan klub pada pemain asing, terutama yang sudah berusia uzur, menjadi sorotan utama. Mulai dari Juventus hingga klub-klub papan bawah seperti Salernitana dan Cagliari, pemain muda kesulitan mendapatkan peluang. Mancini menyarankan pemain muda mengikuti langkah Wilfried Gnonto yang pindah ke Swiss demi mendapatkan kesempatan bermain yang lebih banyak.
Saran ini mengecewakan para suporter, terutama dari klub-klub papan atas yang berinvestasi besar pada akademi tanpa hasil yang signifikan. Perubahan menjadi kebutuhan sebelum situasi di tim nasional benar-benar tidak terkendali.
Namun kini masalah cedera yang dialami oleh tim-tim Serie A telah menjadi titik balik. Gianluigi Donnarumma, misalnya, debut di Milan pada usia 16 tahun karena cedera Diego Lopez. Contoh lain adalah Francesco Camarda, debut bersama Rossoneri pada usia 15 tahun saat melawan Fiorentina, karena cedera Noah Okafor dan skorsing Olivier Giroud.
Jan-Carlo Simic, debut gemilangnya bersama AC Milan melawan Monza tadi malam, terjadi juga karena menggantikan Tommaso Pobega yang cedera di babak pertama. Pemain berusia 18 tahun itu mencetak gol yang mengejutkan publik sepak bola Italia.
Hal yang sama juga terjadi pada Hans Nicolussi Caviglia, Dean Huijsen, dan Kenan Yildiz, yang mendapat kesempatan debut di skuad Juventus karena situasi darurat.
Banyaknya masalah cedera yang mendera tim-tim Italia terjadi karena tekanan dari UEFA dan FIFA yang mengubah kompetisi demi mendapatkan pundi-pundi uang, menyebabkan turnamen seperti Liga Champions dan Piala Dunia Antarklub menyajikan lebih banyak pertandingan.
Dalam perjuangan komersialisasi sepak bola, pemain top terbebani dengan jumlah pertandingan yang berlebih. Cedera para pemain senior memberi celah bagi pemain muda untuk tampil. Meski sulit diakui, nyatanya mesin kapitalisme memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk bersinar di panggung besar, sesuatu yang sulit terjadi satu dekade lalu.