Sebuah pernyataan yang sangat keras telah dikirimkan kepada Como. Pernyataan itu datang dari kelompok ultras mereka sendiri. Mereka bereaksi keras terhadap keputusan untuk memainkan laga melawan AC Milan di Australia.
Surat terbuka ini menunjukkan perpecahan yang dalam antara klub dan basis suporter paling loyal mereka.
‘Como Tanpa Penduduknya Bukanlah Como’
Curva Como merilis pernyataan ini sebagai balasan atas rilis resmi klub. MilanPress melaporkan isi surat tersebut secara lengkap. Mereka merasa klub telah melupakan esensi sepak bola yang sesungguhnya.
“Kami membaca pernyataan klub dalam diam, dengan penuh hormat. Namun, dihadapkan dengan pesan-pesan tertentu, keheningan ini tak dapat berlanjut. Sekarang mari kita bicara!”
“Presiden dan Klub yang terhormat, kini kami tahu posisi Anda terkait pertandingan Milan-Como yang akan digelar di Perth. Kata-kata yang elegan, pidato-pidato agung tentang “kebaikan bersama”, tentang “pertumbuhan”, dan tentang “pengorbanan yang diperlukan”.”
“Baiklah, kalau begitu, mari kita bicarakan… ada satu detail kecil yang tampaknya luput dari perhatian Anda: Como tanpa penduduknya bukanlah Como… Mungkin beberapa orang lupa bahwa sepak bola lahir dari orang-orangnya, bukan dari strategi pemasaran.”
‘Jangan Ajari Kami Apa Arti Berkorban’
Para ultras merasa tersinggung dengan narasi ‘pengorbanan’ yang digaungkan oleh klub. Mereka merasa pengorbanan sesungguhnya adalah apa yang telah mereka lakukan selama bertahun-tahun.
“Mereka yang bekerja sepanjang minggu dan pada hari Minggu menempuh perjalanan ratusan kilometer untuk sampai di sana. Mereka yang membayar semuanya dari kantong mereka sendiri… Mereka yang berada di sana di Serie D, di lapangan yang bahkan navigator pun tak dapat menemukannya, dan akan selalu ada di sana, di mana pun seragam ini dimainkan.”
“Jadi jangan, jangan datang dan jelaskan kepada kami apa arti ‘berkorban untuk kebaikan bersama’. Karena kamilah yang menjaga nama baik Como tetap hidup… Dan rasanya kurang ajar mendengar kami mengatakan bahwa kami harus “berkorban lagi” untuk pertandingan yang berjarak 14.000 kilometer dari rumah.”
‘Semangat Tak Bisa Dibeli’
Surat terbuka ini ditutup dengan sebuah penegasan yang sangat kuat. Mereka menolak untuk menjadi bagian dari apa yang mereka sebut sebagai ‘lelucon’.
“Keyakinan kami tak berpindah kelas bisnis. Ia tetap di sini, di tribun penonton, di tengah hujan dan dingin… Ia tetap di Como, tempat jantung tim ini berdetak kencang.”
“Kami tak menerima pelajaran tentang pengorbanan dari mereka yang belum pernah mengalaminya. Tunjukkan sedikit kebanggaan, rasa hormat, dan martabat, jangan terima “undangan” ini. Semangat tak bisa dibeli; melihat penggemar bernyanyi dan mendorong tim meraih kemenangan tak ternilai harganya. Kami mendesak semua orang untuk tidak terlibat dalam lelucon ini. Jangan jadi boneka.”
Surat terbuka dari Curva Como ini menjadi anekdot paling gamblang tentang pertarungan ideologis dalam sepak bola modern. Ini adalah suara akar rumput yang merasa ditinggalkan demi kepentingan komersial global.
Setelah kritik dari para pemain dan pejabat Eropa, kini suara paling otentik—dari para penggemar setia—telah bergema dengan sangat keras. Ini bukan lagi sekadar perdebatan, melainkan sebuah krisis identitas.
Terus ikuti perkembangan dan berita AC Milan terbaru hanya di Beritamilan.com.